Selasa, 25 Juni 2019

Usut 527 Petugas KPPS Meninggal, KMN Desak Komnas HAM Bentuk TGPF Independen


GELORA.CO - Menyikapi tewasnya 527 petugas KPPS Pemilu 2019 lalu, gerakan Aksi Kedaulatan Rakyat, Kolaborasi Milenial Nusantara (KMN) membentuk "Gerakkan Pita Kuning". Mereka menyuarakan kembali dibentuknya TGPF independen.

Insiator Kolaborasi Milenial Nusantara, Wenry Anshori Putra mengatakan, tim yang dibentuk oleh Komnas HAM tidak cukup efektif dalam melakukan penyelidikan.

"KMN kembali menyuarakan dibentuknya TGPF. Karena, Tim Pengawas Pemilu yang dibentuk Komnas HAM tidak cukup efektif untuk melakukan penyelidikan" ujar Wenry Putra di Jakarata, Selasa (25/6/2019).

Tak hanya itu, KMN mendukung pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu agar mendesak adanya pengusutan insiden tersebut.

"Kami mendukung pernyataan menhan agar mendesak adanya pengusutan. Karena, sampai detik ini belum ada kejelasan bagaimana dan siapa pelaku pembunuhan tersebut. Oleh karena itu, KMN mengusulkan agar sebaiknya dibentuk Tim Independen" ujar dia.

Selanjutnya, KMN berencana menemui Marzuki Darusman (Mantan Ketua Komnas HAM era 1998 dan mantan Jaksa Agung) yang oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik 

"KMN Gerakkan Pita Kuning akan temui Marzuki Darusman diminta bergabung dalam penyelidikan korban Aksi Kedaulatan Rakyat," tambahnya.

"Selain menemui Marzuki Darusman, Gerakan Pita Kuning KMN akan menemui tokoh-tokoh nasional seperti; Din Syamsuddin, Hariman Siregar, Suripto, tokoh-tokoh agama, dan tokoh-tokoh kampus." Pungkasnya. [ts]

Polemik Korban Aksi 21-22 Mei, Wiranto: Kenapa Diributkan, yang Meninggal Memang Perusuh


GELORA.CO - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto merasa heran kasus meninggalnya 9 orang dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei masih dipersoalkan oleh beberapa instansi. Padahal menurut Wiranto keseluruhan korban yang meninggal adalah memang perusuh.

"Kenapa diributkan ya? Itu kan yang meninggal memang perusuh yang menyerang aparat. Perusuh yang kemudian melakukan penyerbuan ke Instansi Brimob ada keluarganya, ada anak-anaknya. Tetapi tidak meninggal di area demonstrasi yang damai," ujar Wiranto di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).

Wiranto menegaskan para perusuh meninggal bukan karena kesewenang-wenangan dari aparat penegak hukum.

"Saya sudah berulang-ulang menekankan itu. Bukan meninggal di arena demonstrasi damai. Artinya tidak ada kesewenangan polisi saat menghadapi demontsrasi damai tapi saat ada perusuh menyerang itu," tegas Wiranto.

Menurutnya perlakuan aparat penegak hukum sudah sesuai dengan standard operasional procedure dari kepolisian.

"Perlakuannya itu (sudah sesuai) SOP dan sudah dipastikan bahwa yang meninggal ini saat ada penyerbuan perusuh di instansi kepolisian. Kalau meninggalnya di demonstrasi damai itu beda lagi," terang Wiranto.

Sebagai Informasi, Amnesty International Indonesia menyoroti kasus video penyiksaan dalam aksi 21-22 Mei yang tersebar di dunia maya dan diduga dilakukan oleh aparat kepolisian. Dari hasil investigasi yang dilakukan selama satu bulan, Amnesty menyimpulkan tindakan itu mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam rekomendasinya, Amnesty mengimbau pemerintah Indonesia untuk menanggapi dugaan pelanggaran HAM pada kejadian 21-22 Mei. Langkah itu perlu dilakukan untuk mewujudkan komitmen Indonesia sebagai negara yang menyetujui Konvensi Anti Penyiksaan.

"Ini bagian dari kewajiban Indonesia sebagai partisipasi konvensi anti penyiksaan, yang diseritifkasi tahun 1998, dan berkali-kali sebetulnya rekomendasi serupa itu telah disampaikan oleh badan-badan HAM PBB," kata Peneliti Utama Amnesty, Papang Hidayat di kantornya, Jakarta. [gt]

2 Hal Penting Dibahas Prabowo setelah MK Baca Putusan Sengketa Pilpres


GELORA.CO - Pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto - Sandiaga Uno berencana menemui pimpinan partai Koalisi Indonesia Adil dan Makmur setelah MK menggelar sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019, pada 27 Juni 2019.

"Jadi, setelah putusan MK, langkah pertama Pak Prabowo kembali bicara dengan koalisi dan pendukung," kata Juru Bicara BPN Prabowo - Sandiaga, Andre Rosiade ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

Menurut Andre, pertemuan itu akan membahas sejumlah hal. Satu di antaranya, terkait kelanjutan nasib koalisi partai pendukung Prabowo - Sandiaga itu setelah putusan MK.

"Tentu semua dikembalikan ke teman-teman koalisi. Apakah masih di Koalisi Indonesia Adil dan Makmur atau bubar," ucap dia.

Dia mengatakan, Prabowo - Sandiaga membuka peluang bagi pimpinan partai koalisi menentukan nasib. Prabowo - Sandiaga tidak memaksakan koalisi tetap bertahan.

"Tentu harus ada diskusi. Insyaallah setelah MK selesai, Pak Prabowo akan bertemu dengan pimpinan partai koalisi membahas ini," ucap dia.

Hal kedua yang juga penting, ungkap dia, pertemuan Prabowo dengan pimpinan partai koalisi akan membahas kemungkinan capres nomor urut 02 itu bertemu dengan Jokowi setelah sidang putusan sengketa Pilpres.

Menurut dia, Prabowo tidak akan ujug-ujug bertemu Jokowi tanpa diketahui pimpinan partai koalisi.

"Nanti di saat yang pas dan tepat, Prabowo akan berjumpa dengan Pak Jokowi untuk membicarakan kepentingan bangsa dan negara. Jadi, untuk silaturahmi dan menurunkan tensi para pendukung," ungkap dia. [jn]

Penjelasan Yusril soal Hasil Pilpres Bisa Dibatalkan karena Kecurangan


GELORA.CO - Ketua Tim Hukum 01, Yusril Ihza Mahendra, kembali mengklarifikasi pernyataannya yang viral terkait sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa ‘hasil pilpres bisa dibatalkan jika terjadi kecurangan, jadi bukan persoalan angka’.

Pernyataan itu muncul dalam poster-poster aksi massa pendukung Prabowo di MK, dan viral di media sosial terutama Instagram.

Lewat akun instagram pribadinya, Yusril menegaskan pernyataannya itu disampaikan saat menjadi saksi ahli di Pilpres 2014. Namun pendapat itu tidak lagi relevan dan tidak tepat jika digunakan kembali di tahun 2019.

“Pendapat saya itu tahun 2014 sebelum adanya UU Pemilu 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu, PTUN, Gakumdu, dan terakhir MK,” tulis Yusril dikutip dari postingannya, Selasa (25/6). (Yusril mempersilakan mengutip pernyataannya di medsos).

Selain itu, Yusril menilai pendapatnya sebagai kuasa hukum Prabowo-Hatta saat itu, tidak berlaku lagi karena pada saat itu majelis hakim menolak seluruh permohonan gugatan sengketa pilpres yang diajukan tim pemohon alias Prabowo-Hatta.

“Pendapat ahli yang dikemukakan dalam sidang berfungsi sebagai alat bukti. MK menolak permohonan Prabowo Hatta seluruhnya. Itu berarti termasuk pendapat saya tidak dapat lagi dipergunakan karena telah ditolak oleh MK. Dari sudut akademik, itu berarti saya harus mengubah pendapat saya tahun 2014 dengan pendapat yang baru,” kata Yusril.

“Dari sudut hukum pembuktian, pendapat itu tidak boleh lagi dijadikan rujukan dalam mengajukan permohonan yang baru. Bahwa pendapat ahli itu berubah, bukanlah berarti mencla mencle atau munafik," lanjutnya.

Dari segi akademis, Yusril mengatakan membantah atau mengkoreksi pendapat itu hal biasa yang terjadi. Perubahan ini, menurut Yusril, terjadi karena hukum harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan dinamika kondisi dan situasi.

“Hari ini saya bisa lulus PhD karena mempertahankan sebuah disertasi. Lima tahun kemudian saya mengajukan disertasi kembali yang membantah atau mengkoreksi pendapat saya sendiri. Itu biasa dalam dunia akademik,” kata Yusril.

Yusril juga memberi contoh dari adaptasi hukum ini juga diterapkan oleh pendiri Mahzab Syafi’i yakni Imam Syafii.

“Pendapat Imam Syafii tentang masalah hukum yang ditulisnya di Madinah beliau ubah ketika beliau pindah ke Baghdad. Itu disebabkan karena penduduk Madinah sangat homogen, sementara penduduk Baghdad sangat heterogen. Perbedaan komposisi penduduk dapat mengubah suatu pendapat hukum. Itu benar kalau dikaji secara sosiologi hukum,” kata Yusril.

Yusril mengatakan masalah-masalah seperti ini memang tidak mudah dicerna oleh orang awam. Itu sebabnya, Yusril mengaku mendapat bully-an dari berbagai pesan di WhatsApp.

“Tapi di medsos hal-hal begini 'dimainkan' untuk membentuk opini: Siapa kawan siapa lawan."
- Yusril Ihza Mahendra

"Ya, saya menghadapi hal seperti itu tiap hari. Maka sering saya baca di berbagai Group WA yang mengatakan saya 'Profesor Bego'. Saya pikir UI tak akan mengangkat orang bego jadi Guru Besar,” tegas Yusril.

Rekam Polisi Gak Mau Bayar Teh dan Ngamuk ke Pedagang, Wanita Ini Ngaku Diteror


GELORA.CO - Aksi arogansi anggota Polsek Bekasi Utara Aiptu Mursid yang mencak-mencak kepada pedagang nasi bebek bernama Muhar viral di media sosial.

Berdasarkan penelusuran, video itu diabadikan oleh pelanggan Muhar bernama Jesenia Kartini. Perempuan berusia 21 tahun itu sengaja mengabadikan video tersebut lantaran kesal melihat arogansi Aiptu Mursid kepada pedagang.

Jesenia mengatakan jika video itu ia abadikan saat makan bersama teman laki-lakinya bernama John Fernando (22) pada, Jumat (21/6/2019) malam.

Dari cerita Jesenia, mulanya polisi itu datang dengan dua teman perempuannya. Mereka makan sekitar beberapa menit. Saat hendak bayar, Mursid tidak terima karena minumannya dihitung oleh Muhar.

"Oknum polisi itu kesal karena saat ditagih minumannya harus bayar, dia (Mursid) minum teh hangat satu gelas dan di catat saat bayar Rp 1000. Enggak terima dan marah-marah, total yang harus dibayar kira-kira Rp 45 ribu," jelas Jesenia saat dikonfirmasi, Selasa (25/6/2019).

Merasa kasihan, Jesenia akhirnya mengabadikan video menggunakan ponselnya tanpa sepengetahuan Mursid dan Muhar. Ia kemudian mengabadikan video itu ke media sosial, Instagram.

Jesenia mengaku sempat ketakutan saat mengabadikan video tersebut.

"Saya memang niat mau viralkan video, sempat takut yah degdegan juga, tapi kan ini untuk kebaikan. Apalagi yang bersangkutan bawa-bawa nama instansi kepolisian," tandasnya.

Setelah viral itu, Jesenia mengaku mendapatkan ancaman dari kerabat Mursid yang mengaku sebagai anggota polisi. Penelepon meminta menjadwalkan pertemuan dengan Jesenia.

"Ada lima atau enam nomor telepon yang tidak dikenal hubungi saya terus, mereka nanya saya di mana dan meminta untuk bertemu," ungkapnya.

Jesenia terheran-heran dengan ulah oknum polisi kerabat Mursid itu. Ia kemudian menutup sambungan telepon. Ia bahkan tidak mengetahui peneror itu dari mana mendapatkan nomor kontaknya.

"Kemungkinan besar tahu nomor saya dari profil instagram, tapi sekarang sudah saya hapus, ada juga pesan di SMS kepada saya," pungkasnya.

Sementara itu, Muhar yang sempat didamprat Aiptu Mursid tetap berdagang seperti di biasa di Jalan Lingkar Utara, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Setelah kejadian itu viral, Muhar tak ingin berbicara lebih jauh. Pasalnya, kasus tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan.

"Saya tidak tahu, sudah selesai kok urusan," singkat dia saat dikonfirmasi.

Buntut dari aksi arogansinya itu, Mursid telah diberikan sanksi berupa hukuman hormat kepada bendera Merah Putih. [sc]

Rahmadsyah, Saksi Prabowo di MK, Dijebloskan ke Penjara


GELORA.CO - Saksi 02 di sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Rahmadsyah Sitompul (33), saat ini sudah resmi ditahan. Hal itu ditetapkan dalam Surat Nomor 316/Pid Sus/2019/PN Kis tanggal 25 Juni 2019 saat sidang mendengarkan saksi hasus penyebaran hoaks Pilkada Batubara 2018 di Pengadilan Negeri Kisaran, Selasa (25/6).

Humas PN Kisaran Miduk Sinaga menjelaskan, pengalihan status Rahmadsyah dari tahanan kota menjadi tahanan rutan disebabkan karena terdakwa dinilai tidak kooperatif. Rahmadsyah sudah dua kali mangkir dalam persidangan tanpa alasan yang jelas, termasuk saat hadir sebagai saksi di sidang MK pada 18 Juni 2019 lalu.

"Ketidakhadiran terdakwa tersebut jelas menghambat proses persidangan," kata Miduk kepada wartawan, Selasa (25/6).

Setelah mendengarkan putusan hakim, Rahmadsyah langsung dititipkan ke Lapas Labuhan Ruku. Miduk menegaskan, pengalihan status penahanan Rahmadsyah itu tidak ada hubungannya dengan kepentingan politik.

"Pengalihan status tahan terdakwa ini semata untuk mempermudah proses persidangan selanjutnya," jelasnya.

Pada Rabu, 19 Juni 2019 lalu, Rahmadsyah sempat hadir di sidang MK untuk menjadi saksi dari kubu Prabowo-Sandi. Kehadiran Rahmadsyah itu membuat Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Batubara Edy Syahjuri Tarigan terkejut, karena saat itu Rahmadsyah masih berstatus tahanan kota.

"Simple-nya, dia enggak ada izin sama majelis (hakim). Dia harusnya bersidang tanggal 18 Juni itu, dia kasih surat yang dia enggak datang, alasannya mengantar orangtuanya yang sakit," ucap Edy.

Status terdakwa Rahmadsyah itu baru terungkap di tengah-tengah sidang MK. Bahkan, dalam sidang itu, Rahmadsyah mengaku belum mengantongi izin untuk datang ke Jakarta dan telah berbohong kepada Kejaksaan Negeri Batubara.

Dalam pengakuannya, Rahmadsyah menyebut ia hanya melayangkan surat pemberitahuan ke kejaksaan. Di surat itu, Rahmadsyah beralasan pergi ke Jakarta untuk menjenguk orangtuanya yang sakit, dan bukan menjadi saksi di sidang MK. [km]

KPK Ultimatum Menag Lukman dan Khofifah untuk Penuhi Panggilan


GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi mengultimatum Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, dan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, untuk dapat hadir dan bersaksi dalam sidang kasus jual beli jabatan di Kemenag di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 26 Juni 2019. 

KPK mengingatkan menghadiri panggilan untuk bersaksi di persidangan merupakan kewajiban hukum setiap warga negara. Apalagi, Lukman dan Khofifah saat ini merupakan pejabat negara yang seharusnya menghormati proses persidangan.

"Semestinya, kami percaya mereka menghormati proses persidangan ini. Jadi perlu dipahami bahwa para saksi yang diperiksa besok akan memberikan keterangan di depan Majelis Hakim. Semestinya semua warga negara Indonesia apalagi pejabat negara itu menghormati proses persidangan. Dan memprioritaskan proses persidangan ini karena kewajiban hukum," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Juni 2019.

Lukman dan Khofifah sedianya dipanggil Jaksa KPK untuk dihadirkan dalam persidangan pada Rabu pekan lalu. Tapi keduanya batal bersaksi dengan alasan ada kegiatan yang tak dapat ditinggalkan. Lukman disebut tengah bertugas di luar negeri, sedangkan Khofifah menghadiri kegiatan RUPS BUMD.

"Karena di persidangan sebelumnya Menag dan Gubernur Jawa Timur tidak datang, maka besok dijadwalkan ulang pemeriksaan dua saksi ini sebagai saksi untuk terdakwa Haris dan Muafaq," kata Febri. 

Febri menjelaskan, kehadiran Lukman dan Khofifah selaku saksi dipandang penting dalam sidang perkara tersebut. 

Majelis Hakim membutuhkan keterangan mereka terkait perkara ini, termasuk mengenai fakta-fakta yang muncul dalam persidangan. 

Dalam persidangan sebelumnya, Sekjen Kementerian Agama, Mohamad Nur Kholis Setiawan, menyebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin siap memasang badan agar Haris Hasanudin lolos seleksi dan dilantik sebagai Kakanwil Kemag Jatim.

Padahal, Nur Kholis mengatakan sudah melapor kepada Lukman bahwa Haris tidak lolos seleksi. Bahkan, dia mengklaim sudah menyampaikan kepada Lukman mengenai rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara untuk tidak meloloskan Haris karena pernah mendapat sanksi disiplin.

"Karena Majelis Hakim perlu menanyakan banyak hal, beberapa fakta yang muncul dalam penyidikan KPK juga perlu dikonfirmasi dan posisi sebagai saksi menjelaskan apa yang ia ketahui, apa yang ia dengar, terlepas dari fakta yang kami tuangkan dalam dakwaan. Tentu itu juga akan menjadi perhatian dalam persidangan nanti," kata Febri.

Selain Lukman dan Khofifah, dalam persidangan dengan terdakwa Kakanwil Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin, dan Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muafaq Wirahadi, Jaksa KPK juga bakal menghadirkan mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Rommy, dan tokoh PPP di Jatim, Asep Saifuddin Chalim, serta panitia seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama.

"Jadi beberapa saksi tersebut yang besok diagendakan pemeriksaannya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Febri. [vv]