Selasa, 25 Juni 2019

Wajar Anies Dapat Sorotan Publik


GELORA.CO - Sorotan publik terhadap tingkah dan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merupakan hal yang wajar. Termasuk saat publik ramai memperbincangkan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Pulau Reklamasi 

Pengamat poltik yang juga peneliti, Rully Akbar menjelaskan bahwa DKI merupakan ibukota negara, sehingga apapun yang terjadi akan tersiar hingga ke pelosok negeri.

Selain itu, Anies juga merupakan salah satu tokoh yang digadang-gadang akan menjadi calon pemimpin Indonesia di tahun 2024. Atas alasan itu, dia menilai serangan-serangan komentar yang dialamatkan kepada Anies sebagai hal yang lumrah.

“Anies digadang-gadang sebagai the next calon presiden di Pemilu 2024. Sebagai politisi, wajar Anies mendapatkan serangan dari berbagai pihak,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (25/6).

Menurutnya, Anies harus bisa memanfaatkan sorotan publik dan media tersebut dengan terus bekerja baik dalam membangun Ibukota Jakarta hingga 2022.

Namun demikian, dia juga mewanti-wanti agar Anies berhati-hati dalam membuat kebijakan, sehingga tidak menimbulkan kontroversi yang merugikan bagi popularitasnya.

“Jadi akan ber-impact (dampak) terhadap keterpilihan dia atau popularitas. Kalau dampaknya baik, berarti Anies akan mendulangi pada 2024 nanti,” tutupnya. [rmol]

Temuan DPT “Siluman” Cukup Untuk Batalkan Pelaksanaan Pilpres


GELORA.CO - Sebanyak 22 juta daftar pemilih tetap (DPT) tidak jelas atau “siluman” diungkap dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK).

Adalah Idham Amiruddin, saksi yang dihadirkan kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai pemohon dalam kasus ini, yang mengungkap temuan tersebut.

“Berdasarkan keterangan saksi Idham Amiruddin telah ditemukan 22 juta DPT siluman dalam bentuk NIK rekayasa, pemilih ganda dan pemilih di bawah umur,” katan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/6).

Mantan wakil ketua KPK itu menjelaskan pihak pemohon telah berkali kali mengajukan protes dan keberatan terhadap adanya temuan DPT siluman tersebut. Namun KPU, yang dalam sidang bertindak sebagai termohon, tidak pernah melakukan perbaikan yang serius terhadap DPT bermasalah tersebut.

“Pemohon juga telah melaporkan soal DPT Siluman tersebut ke Bawaslu RI, namun laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti,” sambung pria yang akrab disapa BW itu.

Seharusnya, sambung BW, tidak jelasnya DPT sudah cukup bagi majelis hakim MK untuk mengabulkan gugatan pihaknya. Sebab, MK juga pernah melakukan pembatalan Pilkada Sampang dan Maluku Utara di tahun 2018 dengan alasan ketidakjelasan DPT.

“Tidak jelasnya DPT, sebenarnya telah cukup menjadi alasan bagi majelis hakim MK untuk membatalkan pelaksanaan Pilpres 2019,” pungkasnya. [rmol]

Marzuki Darusman Diminta Bantu Ungkap Rusuh 21 Dan 22 Mei


GELORA.CO - Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) untuk mengungkap kematian 527 petugas pemilu dan sembilan orang dalam rusuh 21 dan 22 mei kembali disuarakan.

Gerakan Pita Kuning Kolaborasi Milenial Nusantara (KMN) bahkan berniat untuk menemui mantan Ketua Komnas HAM, Marzuki Darusman untuk mendukung pembentukan TGPF tersebut. 

Bagi mereka TPGF meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) penting dibentuk karena Tim Pengawas Pemilu yang dibentuk Komnas HAM tidak cukup efektif untuk melakukan penyelidikan.

Dalam keterangan tertulis yang diterima, Gerakan Pita Kuning KMN juga menyatakan dukungan kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu yang mendesak agar ada pengusutan secara tuntas atas kasus kematian sembilan orang dalam rusuh 21 dan 22 Mei. 

Apalagi, sampai detik ini belum ada kejelasan bagaimana dan siapa pelaku pembunuhan tersebut. Untuk itu, KMN mengusulkan adanya pembentukan Tim Independen untuk mengungkap kematian.

Sementara mengenai rencana menemui Marzuki Darusman bertujuan untuk meminta mantan Jaksa Agung itu untuk bergabung dalam penyelidikan korban rusuh.

Selain menemui Marzuki Darusman, KMN juga akan menemui tokoh-tokoh nasional lain seperti Din Syamsuddin, Hariman Siregar, dan Suripto. Termasuk tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh kampus. [rmol]

Dikunjungi Elite PAN, Sandi Optimis Gapai Hasil Terbaik


GELORA.CO - Segenap elite Partai Amanat Nasional (PAN) berkunjung ke kediaman calon wakil presiden Sandiaga Uno pada Selasa (25/6). Romongan ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum Zulkifli Hasan dan Sekjen Eddy Soeparno.

“Malam ini di kediaman saya kedatangan para pimpinan Partai Amanat Nasional (PAN), salah satu partai Koalisi Adil Makmur,” kata Sandi dalam akun Twitter pribadinya.

Pertemuan ini, kata Sandi, sebatas untuk melakukan koordinasi jelang pengumuman hasil sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Termasuk untuk salin bertukar pikiran mengenai kondisi politik terkini di tanah air. 

“Kami percaya bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. Meski harus menempuh banyak rintangan, kami optimis akan menggapai hasil yang baik,” tegasnya.

Mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu menegaskan bahwa dirinya bersama calon presiden Prabowo Subianto dan partai koalisi akan terus berjuang untuk seluruh rakyat.

“Untuk Indonesia yang lebih baik, yakni Indonesia yang adil, makmur, serta baldatun toyyibatun warobbun ghofur,” sambungnya.

Atas alasan tersebut, Sandi meminta kepada para pendukung dan relawan untuk terus bersemangat dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

“Kita kawal terus proses demokrasi ini. Kita pastikan keadilan hadir di negeri ini dan untuk seluruh rakyatnya,” pungkasnya. [rmol]

BW: Kesaksian Jaswar Koto Belum Terbantahkan


GELORA.CO - Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno optimistis menatap hasil putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang akan diumumkan pada Kamis (27/6) mendatang.

Rasa percaya diri itu didasari dengan keterangan saksi ahli yang mereka hadirkan, Jazwar Koto. Dalam persidangan Jazwar menguraikan mengenai adanya angka penggelembungan 22 juta suara. Jazwar menjelaskan hal tersebut secara saintifik berdasarkan digital forensik.

Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, keterangan Jazwar tersebut belum terbantahkan dalam sidang, baik itu oleh saksi yang dihadirkan KPU sebagai termohon, maupun kubu Jokowi-Maruf sebagai pihak terkait.

“Sama sekali tidak dideligitimasi oleh termohon/KPU maupun terkait/paslon 01,” tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (25/6).

Menurutnya, yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto sebatas sertifikat keahlian. Padahal, Jazwar telah menulis 20 buku dan 200 jurnal internasional.

Tidak hanya itu, Jazwar juga ,emegang hak patent (patent holder), penemu, dan pemberi sertifikat finger print dan eye print.

“Termasuk menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang,” kata mantan komisioner KPK itu.

BW, sapaan akrabnya menjelaskan jika mekanisme pembuktian dari keterangan Jazwar dilakukan secara manual, yaitu dengan mengadu C1 dengan C1, maka akan membutuhkan waktu yang lama.

“Katakanlah pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu 1 menit sekali pengecekan, maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih,” terangnya.

“Kalau pengecekannya didasarkan per TPS (dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit, maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya,” pungkasnya. [md]

Seharusnya Said Didu Jadi Saksi Ahli Pengungkap Dana Kampanye


GELORA.CO - Kehadiran mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu sebagai saksi dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dirasa kurang tepat.

Pengamat hukum dari Universitas Andalas Pandang, Charles Simabura langkah Kuasa Hukum Prabowo-Sandi menempatkan Said Didu sebagai saksi yang berbicara mengenai anak perusahaan BUMN dan menyoal posisi calon presiden Maruf Amin kurang tepat.

Seharusnya, kata dia, Said Didu dijadikan saksi ahli dan berbicara mengenai dugaan pelanggaran dana kampanye. Sebab, dia pernah bekerja di pemerintahan, sehingga paham alur dana-dana yang diduga disalahgunakan. 

Menurutnya, jika BPN menjadikan persoalan dana kampanye Jokowi-Maruf sebagai petitum, maka MK bisa memeriksa pelanggaran dana kampanye tersebut.

Isu ini, sambungnya, tentu akan menjadi hal baru sekaligus perdebatan seru jika dibawa ke MK. Sebab selama ini kejujuran dana kampanye hanya selesai di akuntan publik manakala dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

"Isu itu luar biasa bagi kita. Jadi kita berharap kalau itu dielaborasi, maka bisa jadi satu terobosan di MK ketika ada ada peserta pemilu yang terindikasi tidak jujur dalam laporan dana kampanye," tegasnya. 

"Artinya MK bisa saja memeriksa pelanggaran termasuk dana kampanye yang sampai sekarang diributkan orang di pilpres, pileg, pilkada dibawa ke MK," sambung Charles.

Menurutnya, dana kampanye bisa menjadi pintu masuk untuk menyebut ada kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Apalagi, kubu Prabowo-Sandi kerap mempertanyakan lonjakan harta kekayaan Jokowi. 

Jokowi, disebut mengalami lonjakan harta yang fantastis sebesar Rp 13.399.037.326. Hal itu ditilik dari Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diumumkan tanggal 12 April 2019, di mana harta kekayaan berupa kas dan setara kas milik Jokowi hanya berjumlah Rp 6.109.234.704.

Sementara pada 25 April 2019, disebutkan dana kampanye Jokowi dalam bentuk uang senilai Rp 19.508.272.030 dan bentuk barang Rp 25.000.000.

“Ahli seharusnya bisa menjelaskan bagaimana implikasinya dana kampanye itu, tidak jujur dan segala macam," tandasnya. [md]

Prinsip 'For The Truth & Justice' dan Kemuliaan Mahkamah Konstitusi Dipertaruhkan


GELORA.CO - Jelang putusan sidang sengketa Pilpres 2019 pada Kamis (27/6/2019), Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi memberikan tanggapan terkait sidang sengketa Pilpres 2019.

Hal tersebut diungkapkan pada hari ini, Selasa (25/6/2019), sebelum keputusan sengketa Pilpres 2019 dibacakan.

Tim Hukum BPN berharap, melalui putusannya hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berlandasakan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan (the truth and justice) sesuai amanah UUD 1945.

Sesuai jadwal, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar putusan sidang sengketa Pilpres 2019 pada Kamis (27/6/2019), mendatang.

Berikut pernyataan lengkap Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi selengkapnya:

1). Kami, kuasa hukum Paslon 02, Prabowo-Sandi dan rakyat Indonesia berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas kemuliaannya melalui putusannya tanggal 27 Juni 2019. Yakni sebuah putusan yang berlandasakan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan (the truth and justice) sesuai dengan kesepakatan bansa dan mandate konstitusi dimana MK terikat pada UUD 1945 (periksa pasal 22E ayat 1 UUD 1945); 

2). MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh. Jika tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada public trust di dalamnya. Akibatnya lebih jauh, bukan hanya tidak ada public trust, namun juga tidak akan ada public endorsement pada  pemerintahan yang akan berjalan;

3). Satu saja unsur yang menjadi landasan atau rujukan keputusan  MK mengandung unsur kebohongan (terkait intergritas) dan kesalahan (terkait profesionalitas), -- misalnya dengan mempertimbangkan kesaksian ahli Prof Eddy Hiariej yang memberikan labelling buruk sebagai penjahat kemanusiaan kepada Le Duc Tho padahal Le Duc Tho (lahir di Nam Din Province pada 10 Oktober 1911) adalah Nobel Prize for Peace pada tahun 1973 meski ia akhirnya menolaknya—maka keputusan MK menjadi invalid;

4). Kesaksian Prof. Jazwar Koto, PhD (saksi ahli 02) dalam persidangan tentang adanya angka penggelembungan 22 juta yang ia jelaskan secara saintifik berdasarkan digital forensic sama sekali tidak dideligitimasi oleh Termohon/KPU maupun Terkait/Paslon 01. Yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto hanyalah soal sertifikat keahlian, padahal ia telah menulis 20 buku, 200 jurnal internasional, pemegang hak patent (patent holder), penemu dan pemberi sertifikat finger print dan eye print, serta menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan  yang disegani di Jepang.

5). Terkait dengan kesaksian ahli Prof Jazwar Koto di persidangan yang tidak dibantah itu, dapat dibayangkan, jika mekanisme pembuktiannya dilakukan secara manual, mengadu C1 dengan C1 sungguh akan sangat membutuhkan waktu yang lama. Katakanlah pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu 1 menit sekali pengecekan, maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih. Atau kalau pengecekannya didasarkan per TPS ( dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya. 

6). Bahwa berdasarkan keterangan saksi Idham Amiruddin telah ditemukan 22 juta DPT siluman dalam bentuk NIK Rekayasa, pemilih ganda dan pemilih di bawah umur. Pemohon telah berkali-kali mengajukan protes dan keberatan terhadap adanya DPT Siluman ini, namun Termohon tidak pernah melakukan perbaikan yang serius terhadap DPT bermasalah tersebut. Pemohon juga telah melaporkan soal DPT Siluman tersebut ke Bawaslu RI namun laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti. Tidak jelasnya DPT, sebenarnya telah cukup menjadi alasan bagi majelis hakim MK untuk membatalkan pelaksanaan Pilpres 2019 sebagaimana MK telah membatalkan Pilkada Sampang dan Maluku Utara Tahun 2018 karena ketidakjelasan DPT;

7). Tidak adanya jaminan keamanan dan kehandalan terhadap system perhitungan suara KPU. Hal ini sangat nampak dari pemaparan yang disampaikan oleh saksi ahli dari termohon (KPU) maupun dari pemaparan komisioner KPU sendiri yang senantiasa “ngeles” (istilah “ngeles melulu” sempat juga diutarakan Majelis Hakim Suhartoyo dalam persidangan) ketika ditanya oleh Yang Mulia Hakim MK maupuan oleh pihak Pemohon perihal upaya-upaya perbaikan atau komparasi dalam rangka pembenahan system perhitungan suara di KPU, padahal UU ITE  Pasal 15 ayat 1 ditegaskan bahwa penyelenggara system informasi dan IT wajib memenuhi standar keamanan dan kehandalan.

8). Setelah mendengar kesaksian Hairul Anas ( Anas 02)  dan mendengarkan keterangan saksi Anas Nasikin (Anas 01) ternyata tidak ada perbedaan. Kesaksian Anas 02 telah dibenarkan dan diamini oleh saksi Anas Nasihin (Anas 01), diantaranya tentang power point yang berjudul “Kecurangan adalah Bagian Dari Demokrasi” beserta isi isi power point lainnya. Kedua, bahwa dalam acara TOT tersebut dihadiri oleh petahana, Presiden RI Joko Widodo, Kepala KSP Moeldoko, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Sekjen PDIP dan anggota DPR Hasto, komisioner KPU, Bawaslu RI dan DKPP.

9). Dalam persidangan juga terbukti, setelah dilakukan inzage/pemeriksaaan, ternyata Termohon tidak dapat membuktikan adanya C7 (daftar kehadiran). Ketidakadaan C7 sangat fatal terkait dengan kepastian atas hak pilih rakyat (daulat rakyat). Oleh karena Termohon/KPU tidak sanggup menghadirkan C7, Pemohon berharap MK memerintahkan Termohon/KPU menghadirkan C7 sejalan dengan semangat judicial activism. Sebab itu, dengan tidak dapat dibuktikannya siapa yang hadir memberikan suaranya dalam pemungutan suara di TPS, maka muncul pertanyaan suara itu suara siapa? Siapa yang melakukan pencoblosan?

10). Bahwa terbukti juga sebagai fakta persidangan dimana Termohon/KPU membuat penetapan DPT (daftar Pemilih Tetap) tertanggal 21 Mei 2019, artinya penetapan KPU tersebut dibuat setelah Pemilu tanggal 17 April 2019. Tentu, ini sesuatu yang sangat aneh !!

Jakarta, 25 Juni 2019

Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandi), 

Dr. Bambang Widjojanto.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. 

Teuku Nasrullah, S.H., M.H. 

TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M. 

Iwan Satriawan, S.H., M.CL., Ph.D. 

Iskandar Sonhadji, S.H. 

Dorel Almir, S.H., M.Kn. 

Zulfadli, S.H. (*)