Rabu, 26 Juni 2019

Marwan Batubara di Tengah Aksi PA 212: Prabowo Lebih Terhormat Tetap Tolak Hasil Pilpres!


GELORA.CO - Putusan hasil sidang gugatan Pilpres 2019 akan diumumkan majelis hakim Mahkamah Konstitusi, besok (Kamis, 27/6).

Koordinator Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Bersih, Marwan Batubara meminta capres 01, Prabowo Subianto untuk konsisten menolak hasil Pilpres 2019 jika putusan hakim MK memenangkan Joko Widodo-Maruf Amin.

"Kalau besok dipaksakan, dipaksakan oleh hakim-hakim itu pemenangnya adalah 01, maka kita sebetulnya tidak pantas ya, tidak pantas untuk menyebut kita negara telah hormat di antara bangsa-bangsa di dunia. Kita ini menjadi bangsa pecundang, kita tidak mau begitu," lantang Marwan dari atas mobil komando aksi damai Persaudaraan Alumni (PA) 212 di kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Di hadapan ribuan peserta aksi, Marwan juga menyampaikan memenangkan paslon 01 berarti awal perjuangan. 

"Seandainya besok MK memutuskan yang menang 01 tanpa peduli dengan apa yang sudah ditampilkan lawyer-lawyer kita dari 02, maka itu artinya adalah awal perjuangan kita, perjuangan untuk terus menyuarakan aspirasi kita," tegasnya.

Marwan mengingatkan Prabowo agar tidak membiarkan putusan MK nanti akhirnya menjadi bangsa ini pecundang. 

"Kita mengingatkan Prabowo Subianto lebih terhormat bagi Anda untuk tidak mengakui hasil dari Pilpres itu karena memang terjadi kejahatan," jelasnya.

Termasuk, menolak tawaran rekonsiliasi dari kubu 01. Marwan menegaskan, Prabowo sama saja mengkhianati pengorbanan para pendukungnya yang sudah berjalan lama jika setuju rekonsiliasi. 

"Kita ingin tanpa kompromi lalu datang menemui Jokowi gerakan rekonsiliasi dengan jatah dapat sekian posisi menteri, kita ingatkan yang namanya Prabowo Subianto kami di sini sebelumnya berbulan-bulan mungkin bertahun-tahun datang aksi mengorbankan sekian banyak segala waktu harga dan sebagainya untuk kepentingan tegaknya kedaulatan, untuk kepentingan berlakunya prinsip-prinsip agama yang manapun itu," ucapnya. 

Prabowo bukan hanya dianggap berkhianat, kata Marwan, tapi tidak pantas menjadi pemimpin. Namun, ia kembali menekankan, perjuangan demi tegaknya kedaulatan bangsa tak akan padam. 

"silakan anda (Prabowo) ambil jalan sendiri, kami juga akan terus melakukan advokasi demi tegaknya kedaulatan kehormatan bangsa Indonesia," pungkas mantan General Manager PT. Indosat tersebut. [md]

Massa PA 212 Minta MK Tunda Putusan Sengketa Pilpres 2019


GELORA.CO - Massa Persaudaraan Alumni (PA) 212 menuntut Mahkamah Konstitusi agar menunda pengumuman putusan sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum Presiden-Wakil Presiden 2019, yang dijadwalkan pada Kamis, 27 Juni 2019.  Sebab, majelis hakim perlu melakukan serangkaian audit untuk dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya.

"Kami minta MK memundurkan untuk mengumumkan dan memutuskan perkara. Sebab banyak yang perlu diaudit terlebih dahulu sebelum MK mengambil keputusan," kata Marwan Batubara sebagai orator di lokasi aksi unjuk rasa di depan Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Rabu 26 Juni 2019.

Marwan mengatakan, ada beberapa hal yang harus diaudit. Pertama, yakni masalah penggunaan dana APBN yang diduga digunakan capres petahana Joko Widodo untuk kampanye. Hal itu, kata Marwan, melanggar aturan dalam berkampanye.

"Kedua audit terhadap IT KPU, diketahui bahwa IT KPU tidak ikuti standardisasi IT dunia. Padahal dalam undang-undang itu diwajibkan berstandar IT dunia," ujarnya.

Hal lain yang perlu diaudit, lanjut Marwan, adalah hasil perhitungan suara pemilihan presiden. Dia menilai dalam proses perhitungan tersebut banyak ditemukan kecurangan. Oleh karena itu MK perlu waktu yang lebih lama untuk mengetahui banyaknya kecurangan yang ada.

"Jadi kami minta, MK lakukan audit terlebih dahulu. Kalau memang diperlukan waktu maka pengumuman keputusan bisa diperpanjang. Setelah itu bisa dengan gampang kecurangan ditemukan oleh hakim MK," ujarnya. [vv]

MK Sudah Kantongi Putusan Gugatan Prabowo, Dibaca 27 Juni Jam 12.30


GELORA.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menuntaskan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Rabu (26/6) ini. Sebelumnya 9 hakim MK melakukan RPH sejak Senin (24/6). 

Dalam RPH tersebut, 9 hakim MK merumuskan putusan apakah menerima atau menolak gugatan Prabowo-Sandi terhadap sengketa hasil Pilpres 2019. 

Dengan tuntasnya RPH tersebut, artinya 9 hakim MK telah mengantongi putusan. Putusan itu akan dibaca dalam sidang pada Kamis (27/6) pukul 12.30 WIB.

“RPH pembahasan perkara sudah selesai. MK memastikan siap menggelar sidang pengucapan putusan besok,” kata juru bicara MK, Fajar Laksono, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/6). 

Meski telah menuntaskan RPH, kata Fajar, hakim MK masih melakukan rapat pada Rabu (26/6) ini. Rapat tersebut membahas persiapan akhir penyelenggaraan sidang di mana para hakim MK memberikan arahan kepada Sekjen, Panitera, dan Tim Gugus Tugas.

Terhadap putusan itu, masing-masing pihak yakin MK akan memenangkannya. 

Dari kubu 02, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), optimis akan memenangkan gugatan hasil Pilpres 2019. Salah satu faktornya karena saksi dan ahli yang dihadirkan pasangan Jokowi-Ma'ruf tak bisa menjawab penjabaran dari saksi pihaknya.  

"Pertama saksi fakta dan ahli sudah dihadirkan, argumen tak ada yang didekonstruksi bahkan saksi yang mereka hadirkan bermasalah terutama dari terkait, saksi ahli mereka tak bisa delegitimasi saksi kami," kata BW di Media Center Prabowo-Sandi, Senin (24/6).

Salah satu bukti yang kuat, kata BW, yakni posisi Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di anak BUMN. Menurutnya hal itu menjadi senjata yang dapat memenangkan pihaknya dalam sengketa di MK. 

"Keterangan soal cawapres sudah terang benderang, ada pelanggaran syarat pencalonan, kalo diuji dan dikaji serta dijadikan pertimbangan jadi syarat diskualifikasi," katanya. 

Sebagai termohon, KPU optimistis gugatan Prabowo-Sandi ditolak MK. Optimisme telah menyampaikan jawaban serta bukti yang kuat juga membuat tim hukum KPU tidak menghadirkan saksi pada persidangan kemarin. KPU hanya menghadirkan ahli, Marsudi Wahyu Kisworo.

“Prinsipnya KPU siap dengan apa pun putusan Mahkamah, baik terkait dengan pilpres maupun terkait dengan pileg,” kata Komisioner KPU Viryan Azis di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Senin (24/6).

Begitu pula dari Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf sebagai pihak terkait. Kubu 01 yakin nantinya putusan akan tetap memenangkan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang Pilpres 2019.

Tim hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudarta, yakin 99,99 persen hakim akan menolak gugatan Prabowo-Sandi. Keyakinan ini merujuk kepada pertimbangan dasar hukum dan alat bukti.

Dia menyebut, semua dalil permohonan yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi sudah dibantah oleh saksi dan bukti yang dihadirkan oleh tim hukum Jokowi-Ma'ruf. Selain itu, ia yakin hakim MK hanya akan mempertimbangkan gugatan revisi sebagai lampiran.  

Wayan kemudian menerangkan, kesalahan pokok dari gugatan Prabowo-Sandi yaitu mengenai selisih suara yang tak ditemukan dalam dalil permohonan. Padahal, kewenangan MK adalah terkait permasalahan selisih suara dari gugatan Pilpres. [km]

Wanita Gangguan Jiwa Mengamuk dekat Gedung MK, Mau Bunuh Diri dan Ketemu Jokowi


GELORA.CO - Aparat kepolisian mengamankan satu orang perempuan di seberang gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).

Wanita itu diamankan lantaran mengamuk dan meminta untuk bertemu Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan data Kartu Tanda Penduduk yang diterima dari Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, diketahui wanita tersebut kelahiran Tangerang bernama Prihatini Suwandini Sari (43).

Prihatini tercatat beralamat tempat tinggal di kompleks apartemen yang berada di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Sebelumnya, Rabu sekitar pukul 10.00 WIB, Prihatini yang mengenakan daster berwarna merah muda itu awalnya terlihat menangis di sekitar trotoar seberang gedung Mahkamah Konstitusi.

Aparat kepolisian yang berjaga lantas menghampiri wanita tersebut. Saat dihampiri, wanita itu justru semakin mengamuk.

Alhasil polisi wanita yang berjaga di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi langsung mengamankan Prihatini. Dia dibawa ke Posko Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang ada di sekitar lokasi.

Salah satu petugas kepolisian yang berada di lokasi menuturkan, diduga wanita tersebut mengalami gangguan jiwa.

Sebab, saat ditanya, perempuan tersebut mengakui ingin bertemu dengan Jokowi dan hendak melakukan bunuh diri.

"Diduga stres dia meminta ketemu Presiden Jokowi katanya mau bunuh diri," ujarnya. [sc]

Rekonsiliasi Partai


Oleh M Rizal Fadillah

Jokowi Ma"ruf baru ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang. Kini masih disengketakan MK dan baru diputus 27 Juni 2019 sehari lebih cepat dari waktu maksimalnya. Pengunjung berdatangan menuntut keadilan dan untuk mendengarkan putusan. Sambil acara halal bil halal 212. Begitulah "panitia" merancang acara. Memang hak warga untuk datang dan "hak" penguasa seperti biasa untuk mencegah. Namun seperti biasa pula "psy war" penghalangan tidak sepenuhnya efektif. Pola aksi damai dan halal bil halal diharapkan berakhir damai dan "halal" meskipun selalu ada saja kekuatan "haram" yang mencoba menyusup dan membuat "agenda haram" untuk memanfaatkan kerumunan. 

Peserta aksi tak pernah kapok karena semangatnya memang  membela kebenaran dan kejujuran. Jika rezim mencoba mengotak atik maka hal itu bisa menyebabkan "off side" langkah. Dosa pun menjadi menumpuk. Tumpukan yang akan sampai pada "ledakan dahsyat" yang menghancurkan rezim pengotak atik itu sendiri. Makar terhadap rakyat adalah bom bunuh diri. 

Di tengah proses menuju putusan MK, Jokowi yang dimenangkan KPU mulai melakukan aksi pencitraan sebagai "pemenang". Menawarkan "rekonsiliasi" kepada lawan kompetisi. Baik personal maupun langsung institusi partai. Partai koalisi mulai diobrak abrik dengan sejumlah konsesi. Ada yang kepincut ada yang terbelah ada pula yang menimbang nimbang. Demokrat, PAN, PKS bahkan Gerindra pun digoda. Pemain watak mulai muncul dari elemen partai partai tersebut. Demokrat korban pertama. Yang lain masih "bermain-main". Jika pola pencitraan mampu mempengaruhi MK  dengan memenangkan Jokowi Ma"ruf maka bisa diprediksi koalisi "Indonesia menang" akan berantakan. Komitmen kebersamaan dapat dikalahkan oleh kalkulasi kepartaian.

Partai partai koalisi menjadi merasa bebas bermanuver karena telah merasa aman dengan kursi yang dimiliki. Pileg telah memastikan posisi kursi masing-masing. Lambaian "good bye" untuk Pilpres yang dianggap selesai di MK. Tak berfikir partai akan berdarah darah untuk perjuangan politik melawan Presiden yang mendapat jabatan dengan cara curang. Tahapan kini adalah mengamankan kursi dan mencari posisi. Kalah tapi tak tereliminasi.

Persoalan seriusnya adalah rakyat yang terabaikan. Relawan dan pendukung serta rakya pemilih yang berharap terjadi perubahan akan merasa kecewa dan terkhianati oleh rekonsiliasi partai. Bagi rakyat, ini bukan masalah kursi atau posisi melainkan masalah "dignity", "ideology", atau "souvereignity". Masalah "democracy", "welfare", "freedom" bahkan "human right". Persoalan substansi sebagai rakyat yang katanya berdaulat. Rakyat akan menganggap suara mereka telah dicuri, dirampok, dan diperjualbelikan dengan sejumlah posisi baik Menteri, Komisaris, atau jabatan birokrasi lain. Ini penghianatan setelah partai "mengemis habis" minta dukungan suara. Kejahatan politik dilakukan partai politik yang tak peduli pada hati nurani dan aspirasi rakyat.

Relawan dan para aktivis datang ke MK untuk  mendapat kepastian Prabowo Sandi sebagai pemenang. Berjuang pula agar koalisi partai pendukung sukses dan dipercaya untuk dapat menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi nyatanya tidak diimbangi dengan semangat para petinggi partai untuk menginstruksikan atau mengerahkan pengurus dan kader serta konstituen pemilih untuk berpartisipasi bersama rakyat ikut dalam mengupayakan putusan MK yang  menggembirakan tersebut. Terjadi kesenjangan antara perjuangan partai politik dengan rakyat. Kemana para Ketua Umum dan pembesarnya berorientasi? Apakah sedang berekonsiliasi tanpa orientasi kepentingan rakyat? Pengecutkah atau berjuang hanya mengais keuntungan partai, kelompok, atau pribadi sendiri?.

Rekonsialisasi partai dengan mengabaikan perasaan politik rakyat adalah penghianatan yang menyakitkan. Jangan biarkan rakyat berjuang sendiri. Lalu partai tinggal memetik buah. itu namanya zalim. 

Bandung, 26 Juni 2019 (*)

Poros Ketiga


 OLEH: ZENG WEI JIAN

ADA Poros III. Bergerak bagai hantu. Dalam gelap. Ngindik-ngindik. Ngais ombak. Anti Jokowi. Enggak Pro Prabowo. Formatnya chaos. Main SARA. Siap korbankan emak-emak. Minta digebuk.

Bila petualangan mereka kalah, Pak Prabowo ditumbalkan. Disebut "Dalang Aksi". Jika menang, mereka takeover. Semuanya diambil. Prabowo-Sandi tidak jadi presiden.

Poros III belum punya bentuk. OTB. Formless. Ciri-cirinya; mulai menghujat Prabowo-Sandi. Ngintrik. Mempersiapkan rakyat supaya benci Partai Gerindra dan tokoh-tokoh "makar".

Mereka fitnah Pak Prabowo berkhianat. Karena dia enggak mau sok jago, enggak mau mengorbankan rakyat, enggak mau angkat senjata. Mereka coba memisahkan Pak Prabowo dan umat.

Evaluasi Pilpres; Tim kampanye lemah. Dana kurang. Strategi keliru. Memindahkan Markas Komando ke Jawa Tengah triger totalitas 01. Gerindra kehilangan banyak kursi. Jokowi-Makruf menang banyak di Jawa Tengah dan Timur.

Ada diskrepansi antara pemimpin dan massa. Pak Prabowo siap. Massa hanya turun 7 ribu tanggal 22 Mei. Aksi menjadi liar. Tanpa arahan. Tanpa komando.

Sebabnya, pihak keamanan merilis Surat panggilan dan surat penangkapan. Para penggerak massa ditarget. Pak Prabowo selamatkan dan simpan mereka sehingga terjadi kekosongan pimpinan massa.

Ketika aksi kempes, Prabowo tidak timbul tapi tenggelam bersama rakyat yang menjadi korban.

Sedangkan People Power butuh 2 juta orang aksi damai selama berhari-hari. Tanpa rusuh.

Massa takut dengan 100 Anjing dan sniper. People Power jadi enteng-entengan. Surat wasiat sudah dibuat Pak Prabowo. Tapi rakyat hanya galak di medsos. Delapan orang tewas. Ratusan ditangkap. Aktivis penggerak dipenjara kasus makar.

Di situ, Poros III serang Pak Prabowo. Tuduhannya takut dan pengecut. Padahal targetnya menjebak Pak Prabowo masuk pertarungan yang kalah.

Tarung di MK dan keluarkan ratusan tahanan, mereka tuding Pak Prabowo nyerah dan nge-deal dengan Jokowi. Padahal semua policy strategis akan dibicarakan dengan semua partai pengusung 02 pasca keputusan MK.

Poros III ancaman baru berbahaya untuk kelangsungan bangsa dan negara. Karena itu Kubu 01 getol upaya merangkul Prabowo-Sandi. (*)

Punya Agenda Lain, Jokowi-Ma'ruf Tidak Hadiri Sidang Putusan MK


GELORA.CO - Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma"ruf, Ade Irfan Pulungan mengatakan Jokowi-Ma"ruf tidak menghadiri sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 27 Juni besok.

"Pak Jokowi ada acara kenegaraan, nggak bisa hadir. Pak Kiai (Ma"ruf) juga tidak hadir," kata dia di Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Irfan mengatakan pada siding pembacaan putusan MK tersebut Jokowi-Ma"ruf akan diwakili tim kuasa hukum serta para sekjen partai pendukung.

Oleh karena itu, TKN akan melakukan koordinasi dengan seluruh tim untuk menghadiri sidang pembacaan putusan Kamis serta menanti putusan terbaik MK.

"Kami akan berkoordinasi dengan para sekjen pendukung koalisi," ujarnya.

Mengenai putusan, kuasa hukum Jokowi-Ma"ruf ini meyakini Majelis Hakim MK akan menolak dalil gugatan Prabowo-Sandi lantaran tidak relevan dengan kewenangan MK. [ts]