Rabu, 26 Juni 2019

Sebut Mengompori Purnawirawan, Ruhut Minta Panglima & Kapolri Tindak Tegas Jenderal Gatot


GELORA.CO - Salah satu tokoh kubu pendukung 01, Ruhut Sitompul minta mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo ditindak tegas.

Ruhut menuding Gatot sudah mengkompori para purnawirawan TNI dan Polri.

"Pak Hadi Pak Tito sebagai Panglima TNI🙏KAPOLRI harus tegas menghadapi Gatot sebagai Purnawirawan TNI sudah mulai Mengkompori Para Purnawirawan TNI  & POLRI mau mencoba Menggunting dalam Lipatan Waspada waspada waspadalah nenghadapi Situasi Sekarang ini MERDEKA," kata Ruhut Sitompul di akun twitternya, Selasa (25/6/2019).

Komentar Ruhut terkait dengan acara Halal Bihalal Purnawirawan TNI Polri yang digelar di TMII (25/6), dimana salah satu pembicaranya adalah Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.

Pada acara Halal Bihalal itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengingatkan agar para purnawirawan bangkit melakukan perubahan demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak punah.

Gatot menyampaikan hal tersebut setelah dirinya melakukan kunjungan silaturahmi kepada para senior TNI terkait kondisi dan situasi bangsa Indonesia saat ini.

"Saya hanya menyampaikan saja. Intinya adalah dalam situasi sekarang ini kita bangkit dan beregerak atau negara kita akan punah," kata Gatot dalam sambutan acara Halal Bihalal  purnawirawan ABRI, TNI dan Polri yang digelar di Masjid At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Selasa (25/6/2019). []

Pulang dari Jerman, Prabowo Bertemu Sandiaga di Kertanegara


GELORA.CO - Capres Prabowo Subianto baru saja kembali ke Tanah Air setelah berkunjung ke Jerman. Begitu tiba di Indonesia, Prabowo langsung menggelar pertemuan dengan sang cawapres, Sandiaga Uno, di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan. 

"Saya baru saja bertukar pikiran berdiskusi dengan Pak Prabowo," kata Sandiaga saat meninggalkan kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).

Sandiaga mengatakan dia bertemu dengan Prabowo untuk berdiskusi. Diskusi, kata Sandiaga, dilakukan terutama untuk membahas proses sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Kita tentunya mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim hukum dan juga para masyarakat yang memastikan bahwa situasi persidangan MK dalam keadaan yang kondusif, aman, tenteram, dan damai," ujarnya. 

Sandiaga juga berharap putusan MK yang akan dibacakan besok berpihak kepada kebenaran. Dia juga meminta masyarakat menjaga situasi yang aman.

"Harapan kita tentunya kita semua sama-sama berdoa agar keputusan para hakim MK berpihak kepada kebenaran dan keadilan. Kita juga mengimbau pada semua pihak untuk terus menjaga situasi aman, tenteram, dan kondusif," ucapnya.

Sandiaga sendiri terlihat keluar dari kediaman Prabowo sekitar pukul 18.00 WIB. Begitu keluar, Sandiaga tampak disambut sejumlah orang berpeci yang menunggu di depan kediaman Prabowo. Sandiaga sempat bercengkerama beberapa menit sebelum beranjak pergi.

Seperti diketahui, Prabowo bertolak ke Jerman pada Kamis (21/6). Kunjungan Ketum Partai Gerindra itu dalam rangka kepentingan medis hingga bisnis. [dt]

Dihina Setelah Mualaf, Deddy Corbuzier Respons dengan 3 Pesan Menyentuh


GELORA.CO - Pro kontra bermunculan terkait keputusan Deddy Corbuzier menjadi mualaf. Hal ini membuat Deddy angkat bicara dan menyampaikan pesan yang menyentuh dalam akun YouTubenya.

Deddy menuturkan bahwa ketika mendapat hinaan atau cacian membuatnya belajar untuk bahagia, Dia berusaha menyikapi komentar negatif ini dengan lebih tenang.

"Masya Allah ketika ada yang menghina saya, saya mulai belajar untuk merasa bahagia. Pertama, di agama Islam itu tidak ada karma. Itu satu," ujar Deddy seperti dikutip dari channel YouTubenya, Rabu (26/6/2019).

Pria berusia 42 tahun ini juga meminta ke semua orang untuk tidak meributkan apabila seseorang berpindah agama.

"Kedua, yang pasti adalah ketika seorang berpindah agama jangan diperbesar masalahnya, jangan dijadikan bahan untuk keributan. Jangan seperti itu," ujarnya.

Presenter ini juga menceritakan pengalamannya melihat teman yang menjadi mualaf dan memilih untuk memberikan ucapan selamat. Deddy berharap tak ada yang menghujat sesorang yang ingin mendalami agama lain.

"Kenapa? Karena itu sebuah perubahan besar untuk dia, perubahan baik. Ketika mereka pindah agama, mendalami agama lain, kita tidak perlu menghujat sama sekali. Karena kalau kita menghujat, kita tidak lebih baik dari dia," ujarnya. [nd]

Jelang Pembacaan Putusan MK, Pengamat: Banyak Misteri yang Belum Terungkap


GELORA.CO - Sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang semula dijadwalkan Jumat (28/6/2019), akan dibacakan lebih awal pada Kamis, 27/6/2019), besok. 

Alasannya, hakim konstitusi sudah siap dengan putusan permohonan gugatan yang diajukan kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, saat ini rapat permusyawaratan hakim (RPH) membahas perkara telah selesai.

"RPH pembahasan perkara sudah selesai, MK memastikan siap menggelar sidang pengucapan putusan besok," ujar Fajar saat dikonfirmasi, Rabu (26/6/2019).

Terpisah, mantan ketua MK, Mahfud MD memprediksi bunyi putusan akhir para hakim MK.

"Menurut saya, besok putusan MK itu akan berbunyi begini, "Memutuskan, satu, menerima permohonan pemohon, dua menolak eksepsi terhadap termohon dan pihak terkait, yang ketiga, mengabulkan atau menolak permohonan para pemohon," ucap Mahfud.

"Jadi menerima itu belum tentu mengabulkan, menerima itu artinya memeriksa dan itu sudah dilakukan kan," sambungnya.

Menanggapi hal ini, pengamat politik Universitas Islam Syekh Yusuf, Adib Miftahul mengatakan, keadilan hukum sepenuhnya ada di tangan hakim.

"Secara konstitusi keadilan suatu perkara ada ditangan hakim, dan itu harus ditaati oleh semua pihak. Tentu ini menjadi beban moral tersendiri bagi para hakim untuk bisa mengambil putusan seadil-adilnya," ucap Adib.

Adib mengatakan proses sidang yang disiarkan live di televisi nasional, menjadi perhatian seluruh pihak, termasuk masyarakat yang terkait langsung pada proses dugaan kecurangan yang terjadi.

"Terlepas dari mampu atau tidaknya pihak pemohon membuktikan dalilnya, kita tidak bisa menampikkan bahwa banyak fenomena yang tidak sesuai yang dianggap sebagai dugaan kecurangan. Proses (sidang) ini live, tentu menjadi perhatian semua pihak," ungkap Dosen Fisip ini.

Menurut Adib, masyarakat berharap agar MK dapat memberi jawaban atas banyaknya misteri yang terjadi dalam penyelenggaraan pilpres.

"Banyak misteri yang belum terungkap dengan baik, dan masyarakat berharap sidang MK ini akan menguak itu semua," katanya.

"Putusan Hakim besok akan tercatat sebagai salah satu sejarah keadilan dalam konstitusi kita. Saya harap putusan itu dapat mencairkan semua opini liar yang terjadi selama proses pilpres ini, dan semua pihak bisa bersatu mengilhami putusan tersebut," tutup Adib. [ts]

Jelang Putusan Sidang MK, Refly Harun Berikan Kabar Buruk untuk Kubu Prabowo-Sandi


GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan ada kabar buruk bagi calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut disampaikan Refly dalam saluran YouTube iNews tv, Selasa (26/6/2019).

Refly memberikan pandangannya mengenai putusan MK dari segala sisi.

"Jadi begini kalau kita bicara mengenai putusan MK memang saya bicara semua sisi ya, pertama sisi psikologis. Kalau kita bicara sisi psikologis memang yang paling gampang adalah menolak permohonan. Itu paling gampang. Kenapa? Karena ada status quo berarti tidak mengubah apa-apa," ujar Refy.

Menurutnya, mengabulkan permohonan sengketa pilpres tak lagi menjadi urusan mudah sejak MK tahun 2004.

"Mengabulkan permohonan itu hal yang tidak mudah apalagi dalam konteks pilpres yang kita tahu sejak 2004 satu permohonan, 2009 2 permohonan, 2014 1 permohonan itu ditolak dan tanpa dissenting opinion," paparnya.

"Kalau kita bicara tentang data statistik seperti ini memang sedikit kabar buruk bagi 02, itu satu."

Ia menyebutkan, MK dalam masa Mantan Ketua MK, Mahfud MD, merupakan MK yang paling substansif.

"Yang kedua, MK era Pak Mahfud, itu MK yang paling progresif, paling substansif, paling mengikuti dinamika masyarakat" kata Refly.

"Walaupun yang namanya MK, tidak boleh terpengaruh pada opini publik karena itu kode etik mereka," ungkapnya.

"Tapi belakangan ini, hakim MK agak regresif, jadi tidak lagi progresif. Terbukti, putusan-putusan yang terkait dengan Pilkada. Entah apa tiba-tiba 2014 MK mengatakan Pilkada itu tidak masuk rezim pemilu dan kami tidak mau menyidangkannya, padahal sebelumnya sudah ratusan kali menyidangkan mereka."

"Kemudian 2015, 2016 muncul undang-undang yang mengakomodir itu. Karena yang mereka (kubu 02) minta itu gelombang progresif. Gelombang progresif, bisa tidak bertemu dengan gelombang regresif? Kira-kira begitu."

Menurutnya, hal ini tergantung dengan gelombang mana yang lebih kuat dan cepat.

"Kalau progresifnya cepat dan regresifnya lambat, bisa dia terbawa arus gelombang itu. Tapi kalau regresifnya cepat, dan progresifnya tidak kuat-kuat amat, tidak kuat-kuat amat dalam artian begini, kan segala sesuatunya kan base on pembuktian, kan dalam sidang kemarin ada dua hal, satu paradigma berfikir, kedua soal teknis," jelas Refly.

"Soal paradigma itu tadi, MK mau bagaimana, paradigma hitung-hitungan, atau paradigma substansif, dengan dalil masing-masing."

"Tetapi ada soal teknis juga, sejauh mana pembuktian itu bisa meyakinkan hakim dan layak untuk dikabulkan."

Lihat video di menit ke 3.18:

Menag Lukman Gelagapan Saat Rekaman Teleponnya Diputar Jaksa KPK di Persidangan


GELORA.CO - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin sempat terbata-bata saat Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdul Basir memutarkan rekaman percakapan antara dirinya dengan Staf Khususnya, Gugus Joko Waskito.

Dalam rekaman suara itu, Menag Lukman meminta Gugus menanyakan ke Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi terkait nasib Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Jawa Timur dan Kakanwil Kemenag Sulawesi Barat.

"Itu cepat tanyakan ke Ketum itu untuk Sulbar bagaimana? Kanwil Sulbar, lalu kemudian Jawa Timur bagaimana?," ujar Lukman saat menelepon dalam rekaman itu.

"Enggih-enggih (iya, red)," jawab Gugus.

"Dua itu aja Pak. Iya makasih," kata Lukman lalu menyudahi teleponnya.

Setelah diputarkan di persidangan, Jaksa KPK menanyakan langsung kepada Lukman terkait rekaman suara percakapannya tersebut.

"Saudara kenal suara itu?," tanya Jaksa KPK.

"Eee bagaimana," jawab Lukman.

"Saudara kenal suara yang di voice tadi Pak?," tanya Jaksa KPK lagi.

"Iya. Eee suara saya, suara Gugus," kata Lukman di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Sebelumnya, Lukman membantah adanya intervensi dalam proses seleksi jabatan tinggi di Kemenag, khususnya Kakanwil Jatim dan Kakanwil Sulawesi Barat.

"Saya tidak intervensi. Karena bukan wewenang saya. Sepenuhnya ada pada Pansel, bukan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)," kata Lukman.

Jaksa Abdul Basir kemudian menanyakan urgensi harus melibatkan Ketum PPP dalam proses seleksi Kakanwil Jatim dan Sulawesi Barat. Bahkan, Jaksa juga menanyakan kapasitas Gugus sebagai apa dalam proses seleksi.

"Apa urgensinya menanyakan ke Pak Ketum (Romi)? Ini 30 Januari, Panselnya saja masih kerja ini, karena wawancara sama barang bukti saja 18 Januari. Jadi apa urgensinya?," tanya Jaksa Basir kepada Lukman.

"Gugus itu bukan pegawai negeri ya, saudara rekrut sebagai staf khusus?," tanya Jaksa Basir lagi.

"Iya," jawab Lukman.

"Latar belakang dia (Gugus) apa?," tanya Jaksa Basir lagi.

"Dia aktivis dia juga... aaa banyak relasi eee dari berbagai kalangan," jawab Lukman.

"Yang jelas dia bukan ASN. Dia Kader PPP?," tanya Jaksa Basir.

"Iya," kata Lukman. 

Menteri Agama Lukman Hakim dihadirkan dalam persidangan kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama yang menyeret nama Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi. [md]

Kuasa Hukum 02: Jika Tak Ada Dukungan Publik, Putusan MK Jadi Masalah Baru


GELORA.CO - Anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Lutfi Yazid mengatakan, semua bukti kecurangan pemilu telah dibuktikan pihaknya di persidangan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah kepercayaan publik (publik trust) terkait keputusan MK besok.

“Keputusan apapun yang diambil MK jika tidak ada dukungan publik maka akan jadi persoalan tersendiri ke depannya,” kata Lutfi Yazid saat diskusi bertajuk ‘Apakah Kecurangan Disahkan’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (26/6).

Lutfi menjelaskan, jika putusan MK tidak memperhatikan dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, maka putusan MK menjadi persoalan. Menurut dia, pemerintah siapapun nantinya jika tidak ada public endorsement, maka dia akan bermasalah di dalam perjalanannya.

“MK harus cermat dan teliti dalam membuat keputusan, dengan melihat fakta secara utuh. Tidak dengan melihat kebenaran yang setengah-setengah dan juga tidak melihat salah yang setengah-setengah,” katanya.

Artinya, jelas Lutfi, apa yang dibilang oleh Blogger Ferry Mursyidan Baldan bahwa KPU amburadul itu benar. Bukti KPU amburadul, kata Luthfi, adalah penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 21 Mei 2019, padahal harusnya sebelum pemilu 17 April.

“DPT aja ditetapkan oleh KPU 21 Mei 2019, itu kan artinya sudah selesai pelaksanaan pemilu,” kata Luthfi.

Luthfi kembali mengingatkan, proses persidangan PHPU Pilpres 2019 dipantau oleh publik, termasukbsaat proses tahapan Pilpres. Oleh karena itu, MK sebagai lembaga terakhir menegakkan keadilan dan konstitusi rakyat harus cermat melihat semua bukti kecurangan yang sudah disampaikan.

“Semua proses ini dipantau dan dikontrol oleh publik. Semuanya menyaksikan dan kita juga sudah menyampaikan keyakinan kita, kebenaran yang kita yakini di dalam sebuah persidangan dan itu menjdai sebuah fakta persidangan,” ujar Luthfi. [ns]