GELORA.CO - Baru saja dibuat setelah diganggu oleh pihak tak bertanggungjawab, akun pendakwah Ustaz Abdul Somad kembali tumbang. Hal tersebut ditegaskan oleh Ustaz Hilmi Firdausi.
"Akun IG UAS yg baru dibuatpun kembali ditumbangkan...Astaghfirullah, bingung mau komen apa lagi," kata dia pada Rabu (26/6/2019).
Akun IG UAS yg baru dibuatpun kembali ditumbangkan...Astaghfirullah, bingung mau komen apa lagi. 😭😭😭
Sebelumnya UAS membuat akun instagram baru setelah sebelumnya disalahgunakan orang tak bertanggung jawab. Hal tersebut diumumkan melalui video yang tersebar di media sosial.
"Demikianlah hari itu kami pergantikan silih berganti diantara manusia, untuk apa? Tujuan Allah tak lain tak bukan untuk menguji keimanan, untuk menguji manusia menjadi syahid," kata Ustaz pada Rabu (26/6/2019).
"Hari berganti, musim berubah, di antara pergantian hari itu adalah pergantian (akun instagram) @ustadzabdulsomad_official instagram yang baru," ungkapnya menambahkan.
Ia berharap semoga akun instagram tersebur menjadi wasilah ladang amal.
Pada unggahan perdana, ia menuliskan keterangan, "Jika tidak berubah. Mungkin Anda akan musnah," ungkapnya. []
GELORA.CO - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap bahwa penyidik menyita uang 30 ribu dolar Amerika Serikat dari laci ruang kerja Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, beberapa waktu lalu.
Uang itu ditemukan penyidik bersamaan dengan sejumlah dokumen pemilihan Rektor IAIN Aceh dan Surabaya.
Dikonfirmasi jaksa mengenai itu, Lukman yang dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi terdakwa Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, membantah uang tersebut berkaitan praktik suap jual beli jabatan rektor UIN dan IAIN di bawah naungan Kemenag.
Lukman menyebut uang sejumlah 30 ribu dolar Amerika Serikat itu terkait kegiatan MTQ Internasional yang digelar di Indonesia. Dijelaskan Lukman, pemberian uang itu karena atase agama Arab Saudi merasa puas dengan kegiatan MTQ Internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
"Itu dari keluarga Amir Sultan, karena rutin keluarga Raja adakan MTQ Internasional Indonesia," kata Lukman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 26 Juni 2019.
Lukman mengakui dia tidak dapat menolak pemberian uang tersebut. Lukman mengaku uang itu dari Atase Agama Arab Saudi, Syekh Ibrahim, diberikan di ruang kerja Menag pada Desember 2018.
"Awalnya saya tidak terima, dia memaksa, saya terima. Tradisi di Arab itu dia kalau senang bisa kasih hadiah. Dia bilang saja, terserah gunakan untuk khairiyah, kebajikan. Itu pertengahan atau akhir tahun lalu. Bahkan lupa saya masih menyimpan dolar itu," kata Lukman.
Lukman menyadari sebagai penyelenggara negara tidak boleh terima gratifikasi dalam bentuk apapun. Termasuk uang dan barang. Namun pemberian itu justru tak dilaporkan Lukman ke KPK.
"Itu dia yang saya katakan bahwa saya mengatakan tidak berhak menerima ini. Saya tahulah sebagai penyelenggara negara tidak boleh menerima gratifikasi," katanya. [vv]
GELORA.CO - Salah satu tokoh kubu pendukung 01, Ruhut Sitompul minta mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo ditindak tegas.
Ruhut menuding Gatot sudah mengkompori para purnawirawan TNI dan Polri.
"Pak Hadi Pak Tito sebagai Panglima TNI🙏KAPOLRI harus tegas menghadapi Gatot sebagai Purnawirawan TNI sudah mulai Mengkompori Para Purnawirawan TNI & POLRI mau mencoba Menggunting dalam Lipatan Waspada waspada waspadalah nenghadapi Situasi Sekarang ini MERDEKA," kata Ruhut Sitompul di akun twitternya, Selasa (25/6/2019).
Pak Hadi🇮🇩Pak Tito sebagai Panglima TNI🙏KAPOLRI harus tegas menghadapi Gatot sebagai Purnawirawan TNI sudah mulai Mengkompori Para Purnawirawan TNI & POLRI mau mencoba Menggunting dalam Lipatan Waspada waspada waspadalah nenghadapi Situasi Sekarang ini MERDEKA.
Komentar Ruhut terkait dengan acara Halal Bihalal Purnawirawan TNI Polri yang digelar di TMII (25/6), dimana salah satu pembicaranya adalah Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo.
Pada acara Halal Bihalal itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengingatkan agar para purnawirawan bangkit melakukan perubahan demi menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak punah.
Gatot menyampaikan hal tersebut setelah dirinya melakukan kunjungan silaturahmi kepada para senior TNI terkait kondisi dan situasi bangsa Indonesia saat ini.
"Saya hanya menyampaikan saja. Intinya adalah dalam situasi sekarang ini kita bangkit dan beregerak atau negara kita akan punah," kata Gatot dalam sambutan acara Halal Bihalal purnawirawan ABRI, TNI dan Polri yang digelar di Masjid At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Selasa (25/6/2019). []
GELORA.CO - Capres Prabowo Subianto baru saja kembali ke Tanah Air setelah berkunjung ke Jerman. Begitu tiba di Indonesia, Prabowo langsung menggelar pertemuan dengan sang cawapres, Sandiaga Uno, di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan.
"Saya baru saja bertukar pikiran berdiskusi dengan Pak Prabowo," kata Sandiaga saat meninggalkan kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).
Sandiaga mengatakan dia bertemu dengan Prabowo untuk berdiskusi. Diskusi, kata Sandiaga, dilakukan terutama untuk membahas proses sidang gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita tentunya mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim hukum dan juga para masyarakat yang memastikan bahwa situasi persidangan MK dalam keadaan yang kondusif, aman, tenteram, dan damai," ujarnya.
Sandiaga juga berharap putusan MK yang akan dibacakan besok berpihak kepada kebenaran. Dia juga meminta masyarakat menjaga situasi yang aman.
"Harapan kita tentunya kita semua sama-sama berdoa agar keputusan para hakim MK berpihak kepada kebenaran dan keadilan. Kita juga mengimbau pada semua pihak untuk terus menjaga situasi aman, tenteram, dan kondusif," ucapnya.
Sandiaga sendiri terlihat keluar dari kediaman Prabowo sekitar pukul 18.00 WIB. Begitu keluar, Sandiaga tampak disambut sejumlah orang berpeci yang menunggu di depan kediaman Prabowo. Sandiaga sempat bercengkerama beberapa menit sebelum beranjak pergi.
Seperti diketahui, Prabowo bertolak ke Jerman pada Kamis (21/6). Kunjungan Ketum Partai Gerindra itu dalam rangka kepentingan medis hingga bisnis. [dt]
GELORA.CO - Pro kontra bermunculan terkait keputusan Deddy Corbuzier menjadi mualaf. Hal ini membuat Deddy angkat bicara dan menyampaikan pesan yang menyentuh dalam akun YouTubenya.
Deddy menuturkan bahwa ketika mendapat hinaan atau cacian membuatnya belajar untuk bahagia, Dia berusaha menyikapi komentar negatif ini dengan lebih tenang.
"Masya Allah ketika ada yang menghina saya, saya mulai belajar untuk merasa bahagia. Pertama, di agama Islam itu tidak ada karma. Itu satu," ujar Deddy seperti dikutip dari channel YouTubenya, Rabu (26/6/2019).
Pria berusia 42 tahun ini juga meminta ke semua orang untuk tidak meributkan apabila seseorang berpindah agama.
"Kedua, yang pasti adalah ketika seorang berpindah agama jangan diperbesar masalahnya, jangan dijadikan bahan untuk keributan. Jangan seperti itu," ujarnya.
Presenter ini juga menceritakan pengalamannya melihat teman yang menjadi mualaf dan memilih untuk memberikan ucapan selamat. Deddy berharap tak ada yang menghujat sesorang yang ingin mendalami agama lain.
"Kenapa? Karena itu sebuah perubahan besar untuk dia, perubahan baik. Ketika mereka pindah agama, mendalami agama lain, kita tidak perlu menghujat sama sekali. Karena kalau kita menghujat, kita tidak lebih baik dari dia," ujarnya. [nd]
GELORA.CO - Sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang semula dijadwalkan Jumat (28/6/2019), akan dibacakan lebih awal pada Kamis, 27/6/2019), besok.
Alasannya, hakim konstitusi sudah siap dengan putusan permohonan gugatan yang diajukan kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, saat ini rapat permusyawaratan hakim (RPH) membahas perkara telah selesai.
"RPH pembahasan perkara sudah selesai, MK memastikan siap menggelar sidang pengucapan putusan besok," ujar Fajar saat dikonfirmasi, Rabu (26/6/2019).
Terpisah, mantan ketua MK, Mahfud MD memprediksi bunyi putusan akhir para hakim MK.
"Menurut saya, besok putusan MK itu akan berbunyi begini, "Memutuskan, satu, menerima permohonan pemohon, dua menolak eksepsi terhadap termohon dan pihak terkait, yang ketiga, mengabulkan atau menolak permohonan para pemohon," ucap Mahfud.
"Jadi menerima itu belum tentu mengabulkan, menerima itu artinya memeriksa dan itu sudah dilakukan kan," sambungnya.
Menanggapi hal ini, pengamat politik Universitas Islam Syekh Yusuf, Adib Miftahul mengatakan, keadilan hukum sepenuhnya ada di tangan hakim.
"Secara konstitusi keadilan suatu perkara ada ditangan hakim, dan itu harus ditaati oleh semua pihak. Tentu ini menjadi beban moral tersendiri bagi para hakim untuk bisa mengambil putusan seadil-adilnya," ucap Adib.
Adib mengatakan proses sidang yang disiarkan live di televisi nasional, menjadi perhatian seluruh pihak, termasuk masyarakat yang terkait langsung pada proses dugaan kecurangan yang terjadi.
"Terlepas dari mampu atau tidaknya pihak pemohon membuktikan dalilnya, kita tidak bisa menampikkan bahwa banyak fenomena yang tidak sesuai yang dianggap sebagai dugaan kecurangan. Proses (sidang) ini live, tentu menjadi perhatian semua pihak," ungkap Dosen Fisip ini.
Menurut Adib, masyarakat berharap agar MK dapat memberi jawaban atas banyaknya misteri yang terjadi dalam penyelenggaraan pilpres.
"Banyak misteri yang belum terungkap dengan baik, dan masyarakat berharap sidang MK ini akan menguak itu semua," katanya.
"Putusan Hakim besok akan tercatat sebagai salah satu sejarah keadilan dalam konstitusi kita. Saya harap putusan itu dapat mencairkan semua opini liar yang terjadi selama proses pilpres ini, dan semua pihak bisa bersatu mengilhami putusan tersebut," tutup Adib. [ts]
GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan ada kabar buruk bagi calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal tersebut disampaikan Refly dalam saluran YouTube iNews tv, Selasa (26/6/2019).
Refly memberikan pandangannya mengenai putusan MK dari segala sisi.
"Jadi begini kalau kita bicara mengenai putusan MK memang saya bicara semua sisi ya, pertama sisi psikologis. Kalau kita bicara sisi psikologis memang yang paling gampang adalah menolak permohonan. Itu paling gampang. Kenapa? Karena ada status quo berarti tidak mengubah apa-apa," ujar Refy.
Menurutnya, mengabulkan permohonan sengketa pilpres tak lagi menjadi urusan mudah sejak MK tahun 2004.
"Mengabulkan permohonan itu hal yang tidak mudah apalagi dalam konteks pilpres yang kita tahu sejak 2004 satu permohonan, 2009 2 permohonan, 2014 1 permohonan itu ditolak dan tanpa dissenting opinion," paparnya.
"Kalau kita bicara tentang data statistik seperti ini memang sedikit kabar buruk bagi 02, itu satu."
Ia menyebutkan, MK dalam masa Mantan Ketua MK, Mahfud MD, merupakan MK yang paling substansif.
"Yang kedua, MK era Pak Mahfud, itu MK yang paling progresif, paling substansif, paling mengikuti dinamika masyarakat" kata Refly.
"Walaupun yang namanya MK, tidak boleh terpengaruh pada opini publik karena itu kode etik mereka," ungkapnya.
"Tapi belakangan ini, hakim MK agak regresif, jadi tidak lagi progresif. Terbukti, putusan-putusan yang terkait dengan Pilkada. Entah apa tiba-tiba 2014 MK mengatakan Pilkada itu tidak masuk rezim pemilu dan kami tidak mau menyidangkannya, padahal sebelumnya sudah ratusan kali menyidangkan mereka."
"Kemudian 2015, 2016 muncul undang-undang yang mengakomodir itu. Karena yang mereka (kubu 02) minta itu gelombang progresif. Gelombang progresif, bisa tidak bertemu dengan gelombang regresif? Kira-kira begitu."
Menurutnya, hal ini tergantung dengan gelombang mana yang lebih kuat dan cepat.
"Kalau progresifnya cepat dan regresifnya lambat, bisa dia terbawa arus gelombang itu. Tapi kalau regresifnya cepat, dan progresifnya tidak kuat-kuat amat, tidak kuat-kuat amat dalam artian begini, kan segala sesuatunya kan base on pembuktian, kan dalam sidang kemarin ada dua hal, satu paradigma berfikir, kedua soal teknis," jelas Refly.
"Soal paradigma itu tadi, MK mau bagaimana, paradigma hitung-hitungan, atau paradigma substansif, dengan dalil masing-masing."
"Tetapi ada soal teknis juga, sejauh mana pembuktian itu bisa meyakinkan hakim dan layak untuk dikabulkan."